Manusia adalah makhluk sosial. Sebagaimana juga suku lain, orang Batak juga suka ikut dalam perkumpulan atau arisan. Biasa dikenal dengan nama Punguan. Mulai dari punguan marga, punguan
parsahutaon (tetangga) yang biasa disebut Serikat Tolong Menolong (STM), dan lain-lain. Kalau bicara mengenai punguan marga, biasanya ketika pasangan baru menikah mereka akan diajak untuk ikut atau secara otomatis mejadi anggota punguan marga. Baik marga suami maupun marga istri. Kadang melebar ke marga orang tua juga. Baik dari pihak bapak atau dari ibu. Bisa jadi akhirnya mengakibatkan banyak punguan yang akan diikuti.
Namun kadang karena masih muda, ada saja alasan untuk tidak terlalu aktif dalam punguan. Masalah klasik keluarga muda. Karena biasanya ikut dalam punguan akan menyita waktu. Sementara sebagai keluarga muda, mereka masih berpikir untuk me time atau family time. Dengan waktu kerja yang penuh sepanjang minggu, mereka lebih memilih bercengkrama dengan keluarga ketika akhir pekan tiba. Menghabiskan waktu yang berharga dengan mereka. Meskipun tidak berarti selalu mencari suasana selain di rumah. Karena konon katanya, biaya perjalanan (staycation) pada saat weekend lebih mahal daripada hari biasa. Untuk keluarga muda, pada mereka ada kerinduan untuk nanti ketika anak-anak sudah lebih besar, mereka akan lebih aktif lagi.
Bagaimana kondisi punguan saat ini? apakah masih sama dengan punguan yang diikuti oleh orang tua kita zaman dulu? Ternyata sudah tidak seperti itu lagi. Seiring perkembangan zaman suasananya sudah lebih cair dan tidak kaku.
Apalagi keanggotaannya mungkin berada pada level umur yang sebaya. Kadang juga supaya ada ketertarikan bertemu, dibuatlah semacam arisan. Ada satu atau dua orang atau keluarga yang menerima arisan. Soal arisan dan adanya pengumpulan dana, ada juga punguan yang memisahkannya. Untuk yang ikut punguan dan arisan bayarnya lebih banyak daripada hanya ikut salah satu. Dan jadi jalan untuk mengumpulkan uang untuk menjadi kas punguan dalam membiayai operasional punguan. Semacam acara suka atau duka cita.
Bagaimana naposo? Biasanya naposo bergabung dalam punguan (marga atau keluarga) karena ‘terpaksa’ mau gak mau harus ikut. Atau karena dicemplungin. Karena harus ada perwakilan dari satu keluarga dalam suatu punguan, mau gak mau mereka jadi terpaksa ikut dalam punguan. Untuk mereka yang terlambat ikut dalam punguan, biasanya akan mencari punguan marga ketika mentok dalam urusan adat. Ketika mereka akan menghadapi prosesi adat biasanya akan mencari punguan yang bisa membantu dalam hal pelaksanaan adat.
Apa manfaat mengikuti punguan? Yang paling terasa adalah ketika ada ulaon yang kita alami. Ketika ada berita duka cita misalnya. Yang pertama dan aktif membantu adalah dongan sahuta. Tetangga terdekat. Merekalah yang aktif marhobas bersama boruni suhut (tuan rumah). Seperti misalnya dalam penyiapan rumah, tenda, katering dan seterusnya. Juga ketika yang kedukaan harus dihibur. Parsahutaon sebagai yang terdekat dalam hal fisik. Dongan tubu yang terdekat dalam hal adat.
Ada umpasa Batak yang berbunyi, “jonok dongan partubu, jonokan do dongan parhundul”. Ini mengandung arti agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun tentu saja dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga (dongan tubu), walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan adat karena fungsi mereka merupakan dongan sahuta. Itu sebabnya sering terdengar bahwa konsep Dalihan Na Tolu itu sudah mendapat satu tambahan pelengkap yang disebut sihal-sihal. Sebutannya menjadi Dalihan Na Tolu paopat Sihal- sihal. Sihal-sihal ini secara harafiah berarti ganjal periuk di tungku ketika menanak nasi.
Selain itu, punguan juga cenderung melakukan kegiatan sosial. Ketika punguan semakin besar, manfaat sosial yang diberikan kepada anggota atau lingkungan sekitarnya pun semakin besar. Hal ini terlihat misalnya ketika pandemi akibat virus corona melanda. Banyak punguan yang membuat kegiatan sosial membantu anggotanya yang kekurangan. Diluar daripada itu, tidak jarang punguan juga membantu anggotanya yang kekurangan. Untuk naposo atau anak- anak punguan, memberi bimbingan belajar atau mencarikan lowongan kerja bagi naposo punguan yang telah lulus sekolah.
Sebagaimana punguan yang terdiri dari banyak orang, tentu terdiri dari ragam kelakuan dan pemikiran yang berbeda. Ada saja satu dua yang mungkin dianggap ‘mengganggu’. Namun karena minoritas secara alami akan menghilang sendiri. Dan mayoritas yang menang.
Banyak hal yang mendorong seseorang ikut punguan. Mungkin memang ada yang ikut karena ingin mendapatkan sesuatu dari punguan. Namun ada juga yang tidak melihat itu namun karena didorong rasa ingin berbuat sesuatu kepada punguan tersebut. Bukan melihat apa yang bisa kita dapat tapi apa yang bisa kita kita berikan.
Ketika ikut beberapa punguan, bagaimana membagi waktu? Sebenarnya waktunya bisa diatur. Kembali pada diri kita sendiri. Karena bagaimanapun, waktu bertemu semua punguan tidaklah pada satu waktu yang sama. sering berbagi diantara minggu yang ada dalam satu bulan. Selain itu, waktu pelaksanaan juga berbeda. Untuk urusan adat mungkin siang hari, sementara untuk punguan parsahutaon atau STM, biasanya dilakukan pada malam hari. Selain itu, mengakali waktu pertemuan ini supaya tidak bentrok bisa dilakukan ketika pertama kali membentuk punguan dan menentukan jadwal rutin pertemuan.
Selain itu juga, yang namanya punguan sosial pastinya tidak dituntut untuk hadir setiap kali ada jadwal bertemu. Mungkin tidak seperti di pekerjaan yang ketat dengan absensi, misalnya. Hal tersebut juga cukup membantu. Sehingga ketika kita punya tugas lain yang lebih prioritas, kita bisa absen dari acara punguan. Hal ini juga bisa terjadi bahkan ketika kita mendapat kepercayaan sebagai pengurus. Ada semacam tanggung jawab yang kita pikul. Namun kalau ada halangan kita ikut punguan, sepanjang tugas dan tanggung jawab sebagai pengurus sudah kita lakukan dan kalau perlu didelegasikan, hal tersebut bisa dilakukan.
Kekurangan punguan biasanya adalah anggotanya yang tidak sepenuhnya mendukung pengurus yang sudah mereka pilih untuk menjalankan punguan. Karena bagaimanapun punguan tanpa dukungan penuh dari anggota, tidaklah berarti. Apa gunanya pengurus berjibaku ketika anggota melempem? Tentu kemajuan punguan haruslah diperjuangkan oleh semua pihak. Baik pengurus maupun anggota. Bersama-sama membawa punguan akan diarahkan ke mana.
Untuk naposo, apakah punguan bermanfaat? Harusnya. Mulai dari marsaor (bergaul), belajar berorganisasi, atau membangun koneksi yang mungkin suatu saat akan berguna dalam dunia kerja. Selain itu mengikuti punguan, kita juga punya kesempatan belajar dari banyak orang hebat. Dan itu merupakan kesempatan emas yang tidak semua orang bisa dapatkan. Selain itu juga, ketika telah menikah dan memiliki anak, pengalaman berorganisasi dalam punguan yang diikuti selama naposo dan terbawa ketika telah berkeluarga. Mereka menjadi contoh baik buat anak-anak mereka kelak. Atau sebelum bisa memberi contoh buat anak anak, yang paling penting juga siapa tau punguan yang diikuti seorang naposo, bisa menjadi ajang penemuan papa atau mama anak-anaknya kelak. Kenapa tidak?
Dalam skala lebih kecil dan dekat dengan kita, Mandok Hata ini sendiri juga sebenarnya merupakan satu punguan. Tinggal bagaimana kita mengambil manfaat dan kalau bisa memberi ‘sesuatu’ pada punguan ini. Dari kita, oleh kita untuk Batak dan Dalihan Na Tolu!.