Ketika akan menikahkan puterinya, orang tua Batak akan membekalinya putrinya dengan benih padi dari sawahnya untuk dibawa dan dikembangkan kelak bersama suaminya. Bagi orang Batak, padi adalah simbol kehidupan. Bekal yang diberi oleh orang tua pengantin perempuan tersebut ditaruh pada tandok atau ampang. Itulah yang disebut dengan jual. Dalam acara pesta unjuk (pesta pernikahan adat Batak), bisa dibilang jual ini yang akan menentukan jalannya pesta unjuk. Karena ada dua jenis pesta unjuk. Apakah alap jual atau taruhon jual.
Ulaon alap jual. Dalam konteks alap jual, pihak pengantin laki-laki akan menjemput calon mempelai wanita ke rumahnya sesuai dengan istilahnya yang dialap (dijemput). Bisanya rombongan mempelai pria akan disambut masuk ke dalam rumah. Mungkin dimulai dengan pengantin pria menyerahkan buket bunga dan dibalas dengan pengantin wanita akan menyematkan rangkaian bunga pada jas pengantin pria. Setelah itu kedua keluarga akan makan bersama. Proses ini disebut masibuha-buhai yang berarti inilah acara pembuka untuk rangkaian acara selanjutnya nanti ke gereja (untuk menerima pemberkatan bagi yang beragama Kristen) dan ke gedung (yang disiapkan Parboru/di alaman parboru) untuk acara pesta unjuk.
Akan halnya taruhon jual, dilihat dari namanya yang taruhon, pihak parboru akan mengantarkan (manaruhon) boru ke rumah pihak Paranak. Taruhon jual bisanya dilakukan di alaman paranak. Paranak bolahan amak. Bolahan amak kurang lebih yang mempersiapkan amak (tikar). Karena pada zaman dahulu pesta adat dilakukan di tikar. Bukan di gedung sebagaimana zaman sekarang. Dalam ulaon taruhon jual, rombongan Parboru akan masuk gedung bersama dengan mempelai wanitanya dengan membawa jual.
Setelah itu, kedua belah pihak akan manjalo hula-hula. Hula-hula kedua belah pihak akan datang membawa tandok dan dengke. Suhut kedua belah pihak akan menjemput sampai pintu harbangan untuk kemudian mundur ke arah panggung (biasanya di Jabodetabek).
Pasahat Tudu Tudu Sipanganon. Sebelum memulai seluruh rangkaian acara pesta unjuk, sebagaimana biasanya acara adat, selalu dimulai dengan menyampaikan tudu-tudu sipanganon. Dimulai dengan pihak paranak menyerahkan tudu-tudu sipanganon. Dibalas dengan pihak parboru menyerahkan dengke sebagai balasnya. Penyerahan keduanya biasanya diantarkan atau diperantarai oleh protokol yang biasanya adalah paidua ni suhut (keluarga ring kedua dari suhut).
Acara selanjutnya adalah makan siang. Dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh mereka yang bolahan amak. Yang menyiapkan tempat.
Marhata Sinamot. Pada kesempatan inilah dibicarakan sinamot yang akan disampaikan oleh paranak kepada parboru. Biasanya diawali oleh parboru yang akan menanyakan ada apa dibalik makan siang yang baru saja dihidangkan dan dinikmati. Kemudian paranak akan bilang bahwa itu semua panggabean parhorasan dalam rangka merayakan suka cita bahwa sebelumnya anak dan boru kedua belah pihak telah melangsungkan pernikahan. Kemudian paranak akan meminta pada kesempatan inilah disampaikan kewajiban adat terkait dengan pernikahan tersebut dalam bentuk sinamot dan derivatifnya seperti panandaion dan pinggan panganan.
Pasahat Ulos. Pada kesempatan inilah keluarga pengantin wanita menyampaikan ulos kepada kedua pengantin. Dimulai dengan ulos pansamot yang diserahkan kepada orang tua pengantin pria. Kemudian ulos kepada pengantin (ulos hela) yang dilanjutkan dengan menyerahkan sehelai sarung yang melambangkan kedua mempelai menjadi boru yang akan marhobas di keluarga Parboru. Setelah itu secara berurutan adalah ulos Pamarai yang biasa diterima oleh abang/adik dari suhut. Ulos Sihunti Ampang yang biasanya diserahkan kepada ito atau namboru dari pengantin pria. Setelah itu barulah kepada keluarga pengantin pria yang lain. Entah itu kepada adik kandung atau yang dari satu ompung. Dan diakhiri dengan menyerahkan ulos kepada punguan marga pengantin pria. Secara keseluruhan jumlah ulos selalu ganjil. Ada marga yang masih menetapkan 17 atau kurang dari situ, entah itu 15, 11 dan seterusnya dengan jumlah ganjil.
Pasahat ulos biasanya dimulai oleh keluarga inti untuk kemudian seluruh undangan parboru mendapat kesempatan. Seberapa banyak undangan adat pihak parboru, sebanyak itulah ulos yang akan disampaikan.
Hula-Hula Pasahat Ulos. Kesempatan pertama hula-hula untuk menyampaikan ulos diberikan kepada hula-hula parboru. Setelah semua rombongan hula-hula parboru selesai, kesempatan berikutnya diberikan kepada hula-hula paranak. Hula-hula paranak selalu menutup penyampaian ulos. Untuk yang sudah menikah dan mendapat undangan sebagai hula-hula, sudah kebayang jam berapa kita akan menyampaikan ulos dan jam berapa kita akan pulang.
Untuk urutan biasanya akan dimulai dari hula-hula anak manjae, naik ke hula- hula na marhaha-maranggi, kemudian kepada tulang rorobot, bona tulang, tulang dan ditutup oleh hula-hula suhut (ito dari orang tua perempuan pengantin).
Setelah itu biasanya, akan ada kesempatan kepada suhut untuk mengucapkan terima kasih kepada undangan yang masih tinggal di gedung atau di pesta. Dan diakhiri dengan ucapan terima kasih dari pengantin. Acara selanjutnya adalah maningkir tangga dan paulak une.
Maningkir Tangga, filosofinya adalah pihak Parboru akan mengunjungi keluarga baru entah itu masih di rumah keluarga paranak atau di rumah mereka yang baru. Dilihat dari istilahnya yang maningkir (menilik) adalah melihat apakah tempat tinggal borunya ‘layak’.
Maningkir Tangga, filosofinya adalah pihak Parboru akan mengunjungi keluarga baru entah itu masih di rumah keluarga paranak atau di rumah mereka yang baru.
Paulak Une, sama seperti maningkir tangga, paulak une biasanya hanya dihadiri oleh keluarga inti saja. Ring satu tanpa melibatkan keluarga lain (dongan tubu) sebagaimana acara pesta unjuk. Konon katanya adalah semacam ucapan teruma kasih dari keluarga paranak kepada parboru yang telah mendidik dan memelihara adat dan adab borunya yang tetap dalam kondisi ‘gadis’ hingga acara pernikahan. Pengantin perempuan tetap une. Konon une adalah semacam jimat yang menjaga kegadisan seorang wanita dari pria jahat (semacam jimat anti pemerkosaan), yang diberikan orang tua kepada anak gadisnya. Pada saat paulak une lah, une tersebut dikembalikan (dipaulak une) oleh menantu laki-lakinya.
Baik maningkir tangga maupun paulak une, sejatinya dilakukan pada hari yang berbeda dengan pesta unjuk. Namun demi simplifikasi adat di pangarantoan, dilakukan pada hari yang sama. inilah yang disebut ulaon sadari.
Pada intinya, pesta unjuk adalah acara orang tua kedua mempelai. Merekalah yang berpesta sebenarnya. Memestakan anak mereka. Itu sebabnya semua perangkat Dalihan Na Tolu ditarik dari kedua orang tua (suhut). Mulai dari Dongan Tubu, Boru, Hula-Hula (mulai dari Hula-Hula, Tulang, Hula-Hula Marhaha-maranggi, hingga Hula-Hula Anak Manjae)
Sudah banyak marga yang melakukan simplifikasi atas acara adat dengan cara, mengurangi ulos dari sebelumnya tujuh belas, menjadi lebih sedikit. Atau mengganti ulos yang biasanya diserahkan oleh keluarga/undangan parboru menjadi dalam bentuk ulos na tinonun sadari (dalam bentuk uang).
Kembali pada judul diskusi malam ini, apa yang membuat dimulai subuh diakhiri malam hari? Biasanya karena mempelai wanita harus disangguli dulu. Di Jabodetabek sudah jamak urusan salon ini dimulai sejak subuh. Dilanjutkan dengan acara pemberkatan, catatan sipil dan pesta unjuk. Tinggal dikalikan saja jumlah undangan dengan konsekuensinya. Pasahat ulos dengan ditambahkan rangkaian umpasa.
Setelah paulak une, biasanya kedua pengantin akan mengikuti rangkaian acara di rumah paranak. Ada acara yang disebut dengan manjalo parumaen. Dimulai dengan kedua pengantin memasuki rumah dan disambut oleh orang tua pengantin pria yang memberi beras sipir ni tondi. Setelah itu dilanjutkan dengan makan malam bersama. Setelah makan malam bersama, barulah manjalo parumaen dilakukan. Keluarga inti paranak akan memberi ucapan selamat datang kepada anggota keluarga baru. Menyampaikan nasihat bagaimana menjalani rumah tangga. Terbayang jika keluarga inti yang berkumpul cukup banyak. Dan semua berebutan untuk berbicara. Bisa jadi rangkaian acara raja sehari, akan berakhir hampir tengah malam.
Mengulang sinamot, meskipun sudah pernah kita diskusikan. “Boli4 (Boli Ni Boru), sinamot (mahar) yang diterima parboru karena menikahkan putrinya. Boli berasal dari kata oli (muli) atau moli, pergi ke suatu tempat. Meninggalkan keluarganya. Pada zaman dahulu karena si perempuan akan pergi meninggalkan orang tuanya, pihak paranak akan menyerahkan semacam pengganti dari kehilangan parboru karena ditinggalkan. Jika dilihat dari pemahaman ini, bukan membeli.
Dengan rangkaian sepanjang itu, siapkah muda-mudi Mandok Hata dengan tagar #2021MarhataSinamot?