Kampung halaman (Bona Pasogit) kita di Tapanuli merupakan sebuah tempat yang unik. Merupakan bagian dari hasil letusan gunung purba Toba 75.000 tahun lalu, beberapa menyebut wilayah Danau Toba (yang merupakan salah satu danau vulkanik terbesar di dunia) dan sekitarnya merupakan kepingan surga yang ada di Bumi.

Banyak spot menarik di seputar wilayah Danau Toba yang tersebar di wilayah beberapa kabupaten mulai dari Karo, Simalungun, Toba, Dairi, Samosir dan melebar ke wilayah sekitarnya seperti Pahae, Humbang, Tarutung hingga pesisir arah Sibolga. Sebut saja nama terkenal seperti air terjun Sipiso-piso, Pantai Haranggaol (dengan mangganya yang khas), Penatapan di bukit Simarjarunjung, hingga Parapat. Pelabuhan Tomok dengqn pasar kerajinannya, Tuktuk Siadong, susunan bebatuan beragam rupa di Makam Raja Siallagan, hingga spot Pusuk Buhit yang dianggap sebagai asal mula orang Batak.

Ada tiga hal yang terkait dengan wisata di Bona Pasogit. Wilayahnya, Budayanya dan Orangnya. Wilayah yang indah, Budaya yang unik dan kaya, tidak lupa penduduk sekitar merupakan tiga unsur yang tidak bisa dipisahkan.Yang ketika disatukan bukan mustahil memiliki kekuatan dahsyat sebagaimana daerah wisata lain semacam Bali, Jogja atau Labuhan Bajo.

Ada tiga hal yang terkait dengan wisata di Bona Pasogit. Wilayahnya, budayanya dan orangnya.

Dengan sekian banyak puluhan atau ratusan spot menarik yang tersebar tersebut, apakah kita siap? Atau apakah warga sekitar yang nota bene keluarga kita juga, yang masih tinggal di sana di Bona Pasogit, siap? Siapkah mereka?. Banyak pengalaman yang kita temui secara personal aupun cerita teman yang mengatakan terdapat kekurangan hospitality (keramahan). Sementara kita pahami dan sadari bahwa hospitality merupakan roh dari sebuah daerah wisata.

Kita tentu tidak berharap bahwa kucuran dana dalam bentuk pembangunan infrastruktur yang dilakukan di sekitar Danau Toba dalam lima tahun terakhir dan upaya untuk menjadikannya The Monaco of Asia menjadi sia-sia. Ditambah pula pembentukan Badan Otorita Danau Toba yang diharapkan dapat melakukan percepatan impian membangkitkan lagi raksasa wisata yang tertidur sekian lama.

Apa yang bisa kita lakukan?

Alam dan wilayahnya yang indah, sudah merupakan rahmat. Sudah diberikan sedemikian indah. Tidak bisa kita ubah. Sudah begitu adanya. Budayanya sebagai sebuah sajian yang melengkapi keindahan alam, masih memiliki keunikan.

Juga masih dirawat dengan baik. Tinggal orangnya. Mengubah kebiasaan, mengubah habitat yang sudah mendarah daging tentu sulit. Namun ada beberapa yang mungkin bisa kita lakukan. Mulai dari menggandeng tokoh agama atau tokoh masyarakat untuk bekerja sama. Karena pendekatan top down atau vertikal mungkin bisa sebagai salah satu cara. Atau dengan pendekatan horisontal semisal dengan menggalang gerakan semacam Indonesia Mengajar yang didorong oleh niat luhur tanpa pamrih besar untuk membantu masyarakat sebagai pelaku wisata utama untuk bersama mengembangkan daerah dan budaya yang kita warisi.

Apakah akan berhasil? Setidaknya dengan upaya bersama dan masif, tidak ada salahnya kalau kita mulai daripada hanya kita bicarakan saja tanpa perbuatan.

Yok Bisa Yok