Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia VI, Trivia berarti kumpulan benda, informasi, fakta, dsb. yang tidak penting.

Mungkin jika dilihat dari pemahaman itu, kita tidak ingin bicara mengenai ketidakpentingannya. Namun lebih pada hal-hal kecil terkait lingkungan kita Batak. Dalam keseharian, mungkin sering kita menemukan hal-hal kecil terkait dengan habatahon. Malam ini kita sharing tentang hal tersebut.

Orang Batak sering memiliki beberapa panggilan. Yang biasa kita ketahui adalah terkait dengan nama anaknya. Misalnya Tulang si Dewi. Ternyata ada panggilan lain yang tidak terkait dengan hal tersebut. Misalnya terkait dengan tempat tinggal, pekerjaan atau profesi dan lain-lain. Tambunan par Jatinegara atau Sibarani par Bandara misalnya. Jika dihubungkan dengan panggilan anak tertua, ternyata Batak punya beberapa sebutan untuk anak pertama, yaitu anak panggoaran atau anak buha baju.

Ada lagi cerita tentang satu marga yang hanya secara keseluruhan komunitas mereka terbatas jumlah tertentu (100 orang). Konon katanya (berdasar penelusuran google) ada pesta yang diikuti oleh marga Marbun dan Sibagariang. Marga Sibagariang menjadi bolahan amak (tuan rumah). Namun konon katanya marga Sibagariang ingin ngerjain marga marbun. Sebegitu kesalnya marga Marbun, akhirnya mereka mengutuk bahwa marga Sibagariang tidak akan berjumlah lebih dari 99 orang, sesuai dengan jumlah marga Sibagariang saat kejadian tersebut. Apakah hal tersebut benar, wallahuallam.

Ada satu informasi mengenai satu tempat yang bernama Dolok Partangisan. Konon berawal dari era dinasti Sisingamangaraja. Konon pada era itu, mereka yang berbuat kesalahan akan dikucilkan di suatu satu tempat terpencil. Nah keluarga mereka akan mengantarkan yang terpidana ini menuju daerah pengucilannya. Namun hanya sampai perbatasan saja, tidak bisa masuk ke wilayah pengucilan tersebut. Di daerah itulah dalam rangka perpisahan, keluarga yang mengantar akan menangisi kepergian si terpidana. Konon itulah awal mula daerah itu disebut Dolok partangisan. Letaknya konon berada di perbatasan Dairi dan (dahulu) Tapanuli Utara. Sekarang daerah Humbang Hasundutan (Humbahas). Konon itulah awal mula muncul marga baru seperti Kudadiri, Siketang, dll. Karena mereka yang dibuang itu membentuk marga baru untuk memutus hubungan dengan sejarahnya yang kelam.

Tentang alat musik, orang Batak mengenal istilah gondang. Apa yang disebut gondang juga ternyata mengacu pada dua hal. Pertama adalah seperangkat alat musik yang terdiri dari Taganing, Hasapi, Sulim, Garantung, Ogung, Sarune. Satu lagi, istilah gondang mengacu pada lagu yang dimainkan. Gondang mula- mula, gondang somba-somba dan seterusnya. Sering orang salah menyebut. Bahwa gondang itu adalah penjaga ritme (yang bentuknya seperti kendang pada suku lain). Padahal kendang itu, disebut Taganing. Suling dan Sarune adalah dua alat musik Batak. kalau suling terbuat dari bambu dan terdiri dari satu lubang tiup dengan enam lubang pengatur nada. Sementara Sarune (terdiri dari sarune etek untuk yang lebih pendek dan sarune bolon untuk yang lebih panjang) terbuat dari kayu dan pada lubang tiup ada alat bantu semacam pipet/sedotan yang menimbulkan bunyi. Ada lagi musik petik yang disebut hasapi yang berbentuk seperti perahu (solu). Konon katanya mengacu pada sifat orang Batak yang suka merantau dan solu itulah yang menjadi kendaraannya.

Tentang minyak karo, dipercaya bahwa minyak karo yang ada sekarang khasiatnya sudah kalah dari minyak aslinya dahulu. Dan mereka yang merawat resep tersebut, dipercaya mendapatkan bahan bakunya dari daerah atau hutan yang mereka rawat sendiri.