Kalau pernah diundang hadir di pesta Batak semisal pesta unjuk atau yang lain, mungkin belum banyak diantara kita sebagai warga muda Dalihan Na Tolu yang paham apa yang harus dipersiapkan ketika akan datang ke pesta tersebut.

Sebenarnya bisa kita lihat dari beberapa sisi. Pertama, apakah kita datang sebagai dongan tubu dari paranak atau parboru? Dengan demikian kita bisa mempersiapkan apa yang akan dibawa sesuai dengan undangan yang kita terima. Karena harus diakui disitulah indahnya konsep Dalihan Na Tolu. Konsep yang menempatkan kita akan mengambil peran seperti apa untuk kemudian mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan peran tersebut.

Jika kita menerima undangan dari pihak paranak misalnya, kita datang membawa tumpak. Tumpak adalah sejumlah uang yang biasanya dimasukkan dalam amplop yang diniatkan sebagai bantuan kepada pihak paranak. Biasanya diserahkan ketika selesai makan. Untuk daerah perkotaan biasanya diantarkan ke depan (panggung) dan dimasukkan ke dalam ampang yang telah disiapkan di depan orang tua pengantin laki-laki.

Jika menerima undangan dari pihak parboru, yang kita persiapkan adalah ulos. Pada saatnya ulos ini nanti akan diserahkan kepada pengantin. Meskipun dalam perkembangannya sudah banyak marga yang mengganti ulos ini tidak dalam bentuk ulos sebenarnya. Tapi dalam bentuk uang, namun keberadaannya tetaplah dianggap sebagai ulos.

Berbeda lagi dengan ketika menerima undangan sebagai hula-hula. Sudah pasti yang dibawa adalah ulos. Baik untuk diserahkan kepada pengantin pada saatnya nanti, maupun untuk dihadang (disampirkan di bahu kanan pria). Sementara para istri membawa beras dalam tandok. Mereka akan memasuki gedung bersama rombongannya masing-masing dengan membawa dengke yang dihamparkan pada tampah/tampi. Ketika sudah sampai di depan pengantin (depan panggung) baik dengke maupun tandok akan diterima oleh boru dari suhut. Dengke yang dierima biasanya akan diletakkan di samping panggung. Sementara beras akan dituang pada karung yang telah disiapkan. Biasanya setelah tandok itu kosong (dituangkan isinya ke dalam karung) boru ni suhut akan memasukkan selembar uang sebagai ulak (kembalian) ni tandok. Penting juga untuk diperhatikan bahwa ketika hula-hula dengan udurannya masuk gedung, hendaklah tidak didahului oleh ikan. Baiknya kepala rombongan di depan (Sepasang) kemudian diselingi dengan dengke baru diikuti oleh udurannya.

Soal lain yang harus diperhatikan adalah cara berpakaian. Apakah kita datang sebagai undangan biasa atau undangan khusus. Ketika datang sebagai hula-hula, sedapat mungkin datanglah dengan mengenakan jas. Atau misalnya ketika hadir di pesta Batak sebagai boru, harus bisa pintar pintar dalam berpakaian. Jangan sampai kita mengenakan jas ketika hula-hula kita mengenakan kemeja batik misalnya. Bukan tanpa sebab. Mau tidak mau kita bisa menempatkan posisi kita dalam konsp Dalihan Na Tolu. Jangan sampai kita lebih keren daripada hula- hula. Dalam perjalanan pesta, mungkin banyak atau ada beberapa hal yang tidak seragam terjadi antara marga satu dengan marga lain. Hal tersebut wajar terjadi mengingat bahwa sebenarnya adat istiadat satu daerah berbeda dengan adat di daerah lain. Adat Toba berbeda dengan adat Humbang misalnya.

Pada akhirnya diskusi kembali pada masalah klasik. Soal biaya. Satu hal yang selalu dianggap biang keladi (atau excuse?) dari penundaan atau penghindaran pernikahan J. Pertama yang harus diingat ketika bicara mengenai biaya adalah kembali pada kedua mempelai dan keluarga. Adat do na gelleng, adat do na balga kata orang tua kita. Yang pasti yang namanya pesta sudah pasti harus rugi (keluar biaya). Tidak ada konsep pesta berharap untung. Untuk selanjutnya nanti semua bergerak dari situ. Prinsip utama yang harus dipegang adalah ketiga unsur Dalihan Na Tolu harus hadir dalam pesta.

Jika bicara pesta unjuk di Jakarta misalnya, biaya akan tergantung banyak hal. Biaya pesta yang dilaksanakan di gedung Mulia akan berbeda dengan pesta yang dilaksanakan di gedung Maria misalnya, atau gedung Gorga Mangampu Tua. Setelah itu semua komponen biaya akan mengikuti biaya gedung. Biaya katering, sewa musik, penari, dekorasi, dan seterusnya akan mengikuti. Yang pada akhirnya akan berakumulasi menjadi total biaya pesta.

Menarik pada malam ini kita sedikit belajar mengenai perkawinan adat Karo. Bahwa dalam adat Karo tuhor (sinamot) dalam adat Batak Toba, di Karo disebut Tukur. Konsepnya adalah semacam uang permisi atau semacam wadah woro- eoro kepada keluarga besar mengenai pernikahan yang ada. Dan uniknya tukur ini tetap dijaga agar tidak semakin besar. Karena suku Karo menjaga, tukur adik tidak boleh lebih tinggi dari tukur kakaknya. Dengan demikian inflasi sinamot tidak terjadi. Minimal naiknya tidak melonjak. Tukur tetap terjaga kenaikannya.

Banyak pengalaman menarik ketika mengikuti pesta adat (terutama pesta unjuk). Pengalaman unik dalam mengikuti pesta adat misalnya ketika dalam satu pesta adat yang dilaksanakan di kampung halaman, salah satu mempelai atau bahkan keduanya merupakan perantau. Ketidakpahaman mengenai adat atau kebiasaan daerah setempat sering mengundang tanya.

Pada dasarnya baik pesta unjuk maupun pesta adat orang meninggal adalah sama saja. Yang penting adalah

ketiga unsur Dalihan Na Tolu hadir dan mengambil peran dalam acara adat.

Sebagai warga Dalihan Na Tolu, pesan dari bang Seiko (dari puak Batak Karo) malam ini menarik untuk dirimang-rimangi, bahwa “Berharganya seseorang, adalah ketika dia sudah melaksanakan adat”.