Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon merupakan cita-cita orang Batak. Hal tersebut misalnya tergambar dari lirik lagu Marragam-ragam yang menyebut, “Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon, ido dilului na deba..”
Hamoraon berarti kekayaan. Bentuknya bisa beragam. Beberapa menyebut dalam bentuk harta duniawi semacam uang, rumah, emas dan seterusnya. Namun ada juga yang menganggap Hamoraon adalah anak sebagaimana lirik lagu, “anakhonki do hamoraon di Ahu”. Hagabeon dari sisi pemahaman klasik dimaknai sebagai berketurunan. Memiliki anak laki dan perempuan, lebih luas lagi telah meiliki cucu dari baik anak laki mapun perempuan tersebut. Hasangapon berarti kehormatan atau kemuliaan.
Karena dianggap sebagai cita-cita, ketiganya menjadi dasar perjuangan orang Batak dalam menjalani kehidupannya. Berjuang dari bawah sehingga mencapai ketiganya. Bekerja apa saja demi menghidupi keluarganya, syukur bisa memiliki lebih. Menyekolahkan anaknya setinggi mungkin. Dan seterusnya.
Sering kali upaya mendapatkan ketiganya membuat orang yang menjalaninya mengalami kesulitan. Menemui tantangan. Namun belajar dari beberapa peristiwa yang dialami oleh teman-teman yang sharing malam ini, ternayata kesulitan atau hambatan itu bisa diselesaikan. Karena dasar dari falsafah orang Batak yang dalihan na Tolu yang bersumber dari kasih atau holong, harusnya itulah yang dikedepankan. Aek Godang Tu Aek Laut, Dos Ni Roh Sibahen Na Saut, sebgaimana ungkapan orang Batak.
Lantas apakah semuaya masih relevan hingga saat ini. Ternyata masih relevan. Karena ternyata ketiga prinsip atau cita cita itu pastinya juga diharapkan oleh mereka dari suku lain. Dan itu manusiawi. Tinggal bagaimana kita menyikapi sehingga tidak menjadi mengabaikan yang utama yaitu holong.
Yang perlu kita perhatikan adalah apakah cita cita tersebut kita anggap sebagai beban? Tentu saja tidak. Kita justru bisa memanfaatkannya sebaik mungkin untuk membuat kita bermanfaat bagi orang lain. Karena kita sebaik-baik manusia adalah mereka yang bergun dan memberi manfaat bagi orang lain.